Seperti
yang telah dibahas pada cerita nabi Yusuf as. bahwa nabi Yusuf telah
berjuang, berdakwah mengajak masyarakat mesir untuk menyembah satu Tuhan
yaitu Allah. Namun setelah Nabi Yusuf as meninggal dunia, Sistem tauhid
diubah menjadi system multituhan atau menyembah banyak tuhan. Hal ini
diduga kuat karena adanya campur tangan kelompok-kelompok elit yang
berkuasa ketika itu. Karena ketika mesir menganut system tauhid, mereka
tidak mendapatkan perlakuan istimewa, sehingga mereka mempunyai tujuan
khusus untuk mengembalikan system penyembahan kepada banyak tuhan.
Selanjutnya masyarakat mesir pun mengikuti system penyembahan Fir’aun.
Lalu akhirnya mesir dipimpin oleh keluarga-keluarga Fir’aun dan mereka
mengklaim bahwa mereka merupakan tuhan atau wakil Tuhan.
Masyarakat
mesir pada dasarnya merupakan masyarakat yang beradab, mereka
disibukkan dengan pembangunan peradaban. Mereka mempunyai kecenderungan
keagamaan yang kuat. Serta kelompok-kelompok masyarakat mesir meyakini
bahwa Fir’aun bukanlah Tuhan, namun karena mendapat tentangan yang kuat
dari Fir’aun dan fir’aun memaksa agar kaumnya taat kepadanya, sehingga
mereka pun terpaksa mengakui dia sebagai Tuhan, namun dalam
kepura-puraan dan menyembunyikan keimanan dalam hati mereka. Berbagai
macam Tuhan dengan bentuk berhala pun banyak sekali di mesir. Ini bisa
dimaklumi karena Fir’aun menguasai berbagai macam tuhan dan ia
mengisyaratkan dengan dan berbicara atas namanya. Yang demikian itu
sangat jelas di mesir. Ketika terdapat system multi Tuhan di Mesir
meskipun masyarakatnya meyakini tuhan utama, yaitu Fir’aun kelompok elit
yang berkuasa membatasi untuk hanya menyembah Fir’aun dan melaksanakan
perintah-perintahnya serta membenarkan tindakan semena-menanya.
Nabi Musa as merupakan anak laki-laki Imran bin Yash-har, dan bersaudara dengan Nabi harun as. Nabi Musa as dilahirkan pada waktu zaman Fir’aun menguasai mesir.
Rakyat
mesir ketika itu benar-benar tunduk pada Fir’aun yang menggunakan
system banyak tuhan, padahal sebelumnya telah berada di jalan yang benar
melaui dakwah yang dilakukan Nabi Yusuf. Sementara anak-anak nabi
Yakub atau anak-anak israil juga telah menyimpang dari Tauhid. Mereka
mengikuti jalan orang-orang mesir lainnya. Tidak banyak keluarga yakub
yang mempertahankan agama Tauhid, itupun dilakukan dengan cara
tersembunyi.
Lalu
tibalah suatu masa atas bani israil di mana mereka semakin banyak dan
semakin menyebar. Mereka mengerjakan berbagai macam pekerjaan dan mereka
memenuhi pasar-pasar di mesir. Hari demi hari terus berlalu, kekuasaan
mesir diperintah oleh seorang raja yang bengis yaitu Fir’aun,
dimana-mana orang mesir menyembahnya.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Katsir, bahwa Fir’aun bermimpi melihat api yang keluar dari
Baitul Maqdis dan memasuki rumah-rumah orang Qibti di Mesir, kecuali
rumah Bani Israil. Oleh penafsir mimpinya, dikatakan bahwa kekuasaannya
akan berakhir di tangan Bani Israil.
Dari
kubu Bani Israil, terdapatlah laporan yang disampaikan oleh kerabatnya,
bahwa mereka tengah menunggu kelahiran putra terbaiknya. Disebutkan,
melalui bayi laki-laki itu, “Bani Israil akan meraih kekuasaan dan
kedudukan yang tinggi.”
Maka
setelah itu, Fir’aun yang kejam langsung memerintahkan untuk membunuh
seMusa bayi laki-laki, membiarkan hidup bayi perempuan, dan
mempekerjakan Bani Israil dengan pekerjaan yang berat lagi hina.
Terkait
cara pembunuhan terhadap bayi laki-laki Bani Israil, sebagaimana
disebutkan dalam tafsirnya, Ibnu Katsir mengatakan, “Mereka disiksa
dengan penyembelihan anak laki-lakinya.”
Riwayat
ini juga menafsirkan firman-Nya, “Dan mereka menyiksa kamu dengan
siksaan yang pedih. Mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan
membiarkan anak-anakmu yang perempuan agar tetap hidup.” (Qs. Ibrahim [14]: 6)
Lalu
Fir’aun mengeluarkan perintah, yaitu memerintahkan agar anak yang lahir
berjenis kelamin laki laki harus dibunuh. Aturan itupun mulai
dijalankan. Namun para pakar ekonomi berkata kepada Fir’aun; Orang-orang
tua dari bani israil akan mati sesuai dengan ajal mereka, sedangkan
anak kecil disembelih maka ini akan berakhir pada hancurnya dan
binasanya Bani Israil namun Fir’aun akan kehilangan kekayaan dan asset
manusia yang dapat bekerja untuknya atau menjadi budak-budaknya dan
wanita-wanita tidak dapat lagi dimilikinya. Maka yang terbaik adalah,
hendaklah dilakukan suatu proses sebagai berikut : anak laki-laki
disembelih pada tahun pertama, dan hendaklah mereka dibiarkan pada tahun
berikutnya. Fir’aun pun setuju dengan pendapat itu, karena mengganggap
pemikiran itu lebih menguntungkan dari sisi ekonomi.
Suatu
hari ibu nabi Musa mengandung nabi harun, ketika itu adalah tahun
dimana anak-anak kecil laki-laki tidak dibunuh dan ia pun bisa
melahirkan dengan terang-terangan. Namun ketika melahirkan mengandung
Nabi Musa as, ia berada di tahun dimana anak-anak kecil harus di bunuh.
Sang ibu pun merasa sangat cemas dan ketahukan yang luar biasa. Ia takut
bahwa jangan-jangan nanti anak yang dilahirkannya akan dibunuh juga. Ia
pun melahirkan secara sembunyi-sembunyi. Dan untuk menyembunyikan
anaknya, sang ibu pun menyusui secara sembunyi-sembunyi. Lalu tibalah
suatu masa yang penuh berkah, dimana saat itu Allah Yang Maha Mengetahui
memberi wahyu kepadanya, sebagai berikut :
“Dan
kami ilhamkan kepada ibu Musa : “Susuilah dia dan apabila kamu khawatir
terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan jangan kamu
khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati. Dan janganlah kamu khawatir
dan janganlah (pula) bersedih hati. Karena sesungguhnya kami akan
mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para
rasul” (Qs 28 : 7)
Ibu
Nabi Musa as langsung mentaatinya. Lalu ia diperintahkan untuk membuat
peti kecil untuk Nabi Musa as. Setelah menyusuinya., ia meletakkannya di
peti itu. Kemudian ia pergi ke tepi sungai nil lalu membuangnya di atas
air. Ibu mana yang tega membuang anak yang dilahirkannya, hatinya penuh
derita ketika ia melempar anaknya di sungai nil. Namun itu merupakan
kehendak dari Allah yang Maha tahu dan Maha pengasih serta penyayang.
Beberapa
saat setelah berada di atas air sungai nil, kemudian Allah
memerintahkan arus sungai nil agar menjadi tenang dan lembut kepada bayi
yang dibawanya yang nantinya akan menjadi Nabi. Sebagaimana Allah yang
maha kuasa memerintahkan kepada api agar menjadi dingin dan membawa
keselamatan bagi nabi Ibrahim as, begitu juga Allah memerintahkan kepada
sungai Nil agar membawa Nabi Musa dengan tenang dan penuh kelembutan
sehingga mengarahkannya ke istana raja Fir’aun. Air sungai Nil tersebut
membawa peti yang berisi nabi Musa ke istana raja fir’aun. Di sana ombak
menyerahkannya kepada tepi pantai kemudia ia mewariskan kepada tepi
pantai itu. Dan angin berkata kepada rumput yang tidur di sisi peti:
“Jangan engkau banyak bergerak karena Musa sedang tidur. Rumput pun
mentaati perintah angin dan Musa pun tetap tertidur.
Pada
suatu ketika, matahari telah menyinari istana raja Fir’aun. Istri
Fir’aun keluar berjalan-jalan di kebun istana sebagaimana biasanya.
Istri raja fir’aun tidak sama dengan Fir’aun, Fir’aun merupakan orang
kafir, namun istrinya adalah orang yang beriman. Fir’aun keras kepala,
namun istrinya adalah wanita penyayang. Fir’aun adalah penjahat namun
istrinya adalah wanita yang lembut dan penuh cinta. Namun wanita itu
merasakan kesedihan yang dalam karena ia belum mampu melahirkan anak. Ia
ingin sekali memiliki anak. Ketika ia berhenti di sisi kebun ia
mencium baru harum pepohonan di kebun itu, yang menyebarkan perasaan
sedih akan rasa kesendirian. Pada saat yang sama, para wanita yang
membantunya sudah mengisi penuh tempat-tempat air yang diambil dari
sungai nil. Tiba tiba mereka menemukan peti di sisi kaki mereka.
Kemudian mereka membawa peti itu kepada istri Fir’aun. Istri fir’aun itu
memerintahkan untuk membukanya, setelah peti itu terbuka ia sangat
terkejut ketika isi peti tersebut menampakkan isinya. Isi peti tersebut
adalah seorang bayi laki-laki yang lucu tanpa dosa yang nantinya menjadi
Nabi. Istri Fir’aun merasakan bahwa ia mencintai bayi itu seperti
anaknya sendiri. Allah SWT menaruh dalam hatinya rasa cinta kepada Nabi
Musa as sehingga berlinang air matanya.
Setelah
menemukan bayi itu, ia pun membawanya pulang. Ia membolak balikkan bayi
nabi Musa sambil menangis. Kemudian Nabi Musa as terbangun dan
menangis. Nabi Musa tampak lapar ia membutuhkan air susu pagi. Di saat
yang sama Fir’aun sedang duduk di atas meja makan. Ia menunggu istrinya
namun belum juga datang. Fir’aun mulai marah lalu mencarinya. Tiba-tiba
ia terkejut dengan kehadiran istrinya sambil membawa seorang bayi.
Istri fir’aun tampak menyayanginya. Ia terus menciumnya dan air matanya
berlinang. Kemudian raja fir’aun pun bertanya “dari mana datangnya anak
kecil ini?” Kemudian mereka menceritakan bahwa mereka menemukannya di
sebuah peti di tepi sungai. Fir’aun berkata : “ini adalah salah satu
anak Bani Israil. Sesuai dengan peraturan, anak-anak yang lahir di tahun
ini dibunuh” mendengar perkataan dari Fir’aun itu, ia berteriak dan ia
mendekap nabi Musas as lebih keras.
Seperti yang tertulis dalam Al Qur’an
“Dan
berkatalah istri Fir’aun : “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan
bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah mudahan ia bermanfaat kepada
kita atau kita ambil ia menjadi anak, sedang mereka tidak menyadarinya”
(Qs. 28:9)
Fir’aun
tampak keheranan sekali melihat tingkah istrinya yang mendekap anak
kecil yang ditemuka di tepi sungai. Fir;aun tampak tercengang istrinya
menangis karena gembira, di mata fir’aun tidak pernah mendapati istrinya
menangis karena sebahagia itu. Fir’aun mulai menyadari bahwa istrinya
menyayangi anak itu seperti anaknya sendiri. Fir’aun berkata dalam hati :
“Mungkin ia ingat bahwa ia tidak mampu melahirkan anak dan menginginkan
anak ini”. Akhirnya, Fir’aun sepakat atas apa yang dikatakan oleh
istrinya. Fir’aun memenuhi keinginannya dan menyetujui untuk merawat dan
mendidik anak itu di istana.
Setelah
mendengar persetujuan dari suaminya, tampaklah keceriaan yang hebat di
wajah sang istri. Fir’aun belum pernah menyaksikan keceriaan seperti
itu. Pada sebagai seorang suami ia telah memberikan berbagai macam
hadiah kepada istrunya, berbagai perhiasan dan juga budak ia berikan
kepada istrinya. Namun istrinya belum pernah tersenyum. Ia menyangka
bahwa istrinya tidak mengertia arti senyuman. Dan sekarang, Fir’aun
melihat wajah istrinya dipenuh dengan senyum keceriaan. Sementar itu
Nabi Musa yang masih bayi mulai menangis karena lapar. Istri nabi
Fir’aun berkata kepada suaminya : “Anakku yang kecil sedang lapar”,
kemudian Fir’aun berkata : “Datangkanlah kepadanya wanita yang
menyusui”, kemudian datanglah kepadanya seorang wanita yang menyusui
dari istana. Wanita itu mencoba untuk menyusui Nabi Musa as, tapi tanpa
diduga nabi Musa as malah menolaknya. Kemudian didatangkan wanita yang
kedua, kemudian ke tiga, lalu sampai kesepuluh namun nabi Musa as tetap
menangis dan tidak mau menyusu kepada seorang wanita pun di antara
mereka. Melihat hal tersebut, istri Fir’aun menangis karena tidak tahan
melihat penderitaan anak kecil yang baru ditemukannya. Ia tidak
mengetahui apa yang harus dilakukannya.
Namun
yang merasa sedih dan menangis bukan hanya istri Fir’aun, ibu kandung
nabi Musa juga merasa sedih dan menangis. Ketika ibunya melempar nabi
Musa ke sungai nil, ia merasa bahwa ia sedang melempar buah hatinya ke
sungai. Lalu peti yang dilemparkan itu hilang di bawah oleh air sungai
dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika datang waktu pagi, ibu nabi
Musa merasakan kesedihan yang selalu menghantuinya. Hampir saja ia pergi
ke istana Fir’aun untuk mendapatkan berita tentang anaknya kalau, Allah
SWT menaruh kedamaian dalam hatinya sehingga ia menyerahkan urusan
anaknya kepada Allah SWT.kemudian, ia berkata kepada saudara perempuan
Nabi Musa as.
“Pergilah
dengan tenang ke istana Fir’aun dan berusahalah untuk mendapatkan
berita tentang Musa dan hendaklah engkau hati hati agar jangan sampai
mereka mengetahuimu”, kemudian saudara perempuan nabi Musa pergi dengan
tenang. Akhirnya ia mendengarkan kisah tentang Nabi Musa as secara
sempurna. Ia melihat nabi Musa as dari kejauhan dan mendengarkan suara
tangisannya. Ia melihat mereka dalam keadaan kebingungan dimana mereka
tidak mengetahui bagaimana menyusuinya. Ia mendengar bahwa nabi Musa as
menolak tawaran wanita yang mencoba menyusuinya.
Saudara perempuan nabi as berkara kepada para pengawal Fir’aun
“apakah kalian mau aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya”. Lalu Istri fir’aun menjawab :
“seandainya
kamu dapat membawa kami kepada wanita yang dapat menyusuinya dan dapat
mengasuhnya niscaya kami akan memberimu hadiah yang besar. Yaitu sesuatu
yang engkau inginkan akan kami penuhi”. Lalu saudara perempuan nabi
Musa as itu kembali dan menghadirkan ibunya. Si ibu menyusuinya dan nabi
Musa pun menyusu dengan tenang. Melihat hal itu, istri Fir’aun pun
sangat gembira dan berkata :
“Bawalah
dia hingga waktu penyusuannya selesai, lalu kembalikanlah dia kepada
kami dan kami akan memberimu sesuatu balasan yang besar atas penyusuan
dan pendidikan yang engkau berikan”
Itulah
cara Allah yang maha adil dan maha kuasa mengembalikan Nabi Musa kepada
ibunya agar ia merasagembira dan hatinya menjadi tenang dan tidak
bersedih juga agar ia mengetahui bahwa janji Allah SWT benar dan bahwa
perintah-Nya dan ketentuan-Nya pasti terlaksana meskipun banyak
rintangan dan tantangan, Allah SWT berfirman :
“Dan
menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan
rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia
termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). Dan berkatalah
ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan. “Ikutilah dia”. Maka
terlihatlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya,
dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau
menyusui-nya sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa : “Maukah kamu
aku tunjukkan kepadamu ahlu bait yang akan memeliharanya untukmu dan
mereka dapat berlaku baik kepadanya?. Maka Kami kembalikan Musa kepada
ibunya, supaya senang hatinya
dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui janji Allah itu benar,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya” (Qs. 28 : 10 – 13)
Ibu
nabi Musa as yang asli menyempurnakan penyusuan lalu menyerahkannya ke
rumah Fir’aun. Saat itu nabi Musa as disenangi dan disukai seMusa orang.
Tiada
seorang pun yang melihat nabi Musa as kecuali ia akan mencintainya.
Nabi Musa as dididik di istana terbesar di bawah bimbingan dan penjagaan
Allah Yang Maha Kuasa. Pendidikan Nabi Musas as dimulai di rumah
Fir’aun di mana di dalamnya terdapat ahli pendidikan dan para pengajar.
Mesir saat itu merupaka Negara yang besar di Dunia dan Fir’aun sebagai
raja yang paling kuat. Karena itu dengan mudah Fir’aun mampu
mengumpulkan para pakar pendidikan dan para cendekiawan. Demikianlah
hikmah Allah SWT berkehendak agar Nabi Musa as terdiri di bawah
pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar pendidik yang terlatih.
Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya yang pada suatu hari nanti
akan hancur di tangannya, sebagai bentuk pelaksanaan dari perintah Allah
Yang Maha Kuasa.
Nabi Musa as tumbuh di rumah fir’aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan, ilmu kimia dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan agama. SWehingga nabi Musa tidak mendengar omongan kosong yang dikatakan oleh pendidik tentang ketuhanan Fir’aun. Jarang sekali ia mendengar bahwa Fir’aun adalah tuhan. Beliau pun menepis pernyataan dan anggapan ini. Beliau tinggal bersama Fir’aun di satu rumah. Nabi Musa mengetahui lebih dari pada orang lain bahwa Fir’aun hanya sekedar manusia biasa yang dzolim. Nabi Musa juga mengetahui bahwa ia bukanlah anak dari Fir’aun. Ia adalah anak seorang dari bani israil. Ia menyaksikan bagaimana para pengawal Fir’aun dan para pengikutnya menindas masyarakat bani israil. Akhirnya, nabi Musa tumbuh besar dan mencapai kekuatannya.
Ketika para pengawal lalu darinya, nabi Musa as memasuki kota. Nabi Musa as berjalan-jalan di sekitar kota. Kemudian nabi Musa as mendapati seorang lelaki dari pengikut Fir’aun yang sedang berkelahi dengan seorang bani israil. Lalu seorang yang lemah dari kedua orang itu meminta tolong kepadanya. Nabi Musa as pun turut campur dalam urusan itu. Nabi Musas as mendorong dengan tangannya seorang lalaki yang berbuat aniaya itu. Ternyata nabi Musa as membunuhnya. Ketika itu memang nabi Musa terkenal sebagai orang yang kuat. Nabi Musa berniat untuk melerai kedua orang yang berkelahi itu, namun tanpa sengaja malah membunuhnya, lelaki itu tersungkur kemudian mati. Nabi Musa as kemudian kepada pada diri sendiri. Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya ia adalah musuh yang menyesatkan dan nyata. Kemudian nabi Musa as berdoa kepada Allah dan berkata :
“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku maka ampunilah aku” Allah yang maha pengampun pun mengampuninya. Allah berfirman:
“Dan setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna akalnya. Kami berikan kepadanya hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lemah, maka didapatinya di dalamkota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani israil) dan seorang lagi dari musuhnya (kaum Fir’aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan darinya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matlah musuhnya itu. Musa berkata : “Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan adalah musuh yang menyesatkan lagi (permusuhannya). Musa berdoa : “Ya Thanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. Musa berkata : “Ya Tuhanku, demi nikmat yang engkau anugrahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa”
Nabi Musa as adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim as. Kedua-keduanya dari kalangan ulul azmi, tetapi Nabi Ibrahim as merupakan cermin kesabaran dan kelembutan sementara itu nabi Musa as merupakan cermin dari kekuatan dan keperkasaan.
Nabi Musa as menjadi takut dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji di kemudian hari bahwa beliau tidak akan lagi menjadi sahabat orang-orang yang berbuat jahat. Beliau tidak akan lagi terlimbat dalam pertengkaran dan permusuhan antara sesama penjahat. Di tengah-tengah perjalanannya, nabi Musa as dikagetkan ketika melihat seorang yang ditolongnya kemaren itu kini memanggilnya lagi dan meminta tolong pada pada nabi Musa. Dan lagi lagi orang itu terlibat permusuhan dan pertengkaran dengan orang mesir. Nabi Musa as mengetahui bahwa orang Israil ini berbuat aniaya. Nabi Musa as mengetahui bahwa ia termasuk seorang preman di wilayah itu. Akhirnya, nabi Musa as berteriak di depan wajah orang israil itu sambil berkata : “Sungguh ternyata engkau adalah orang yang jahat”
Nabi Musa as mengatakan ucapan itu sambil mendorong kedua orang itu dan ia melerai pertengkaran. Orang israil itu mengira bahwa nabi Musa akan mencelakainya maka ia diliputi rasa takut. Sambil meminta kasih sayang kepada Nabi Musa as, ia berkata : “Wahai Musa apakah kamu akan membunuhku seperti kamu membunuh orang yang kemaren. Apakah kamu ingin menjadi penguasa di muka bumi ini dan tidak ingin menjadi orang yang memperbaiki bumi.” Ketika mendengar orang israil mengatakan demikian, nabi Musa as berhenti dan amarahnya mereda. Nabi Musa as mengingat apa yang dilakukannya kemaren dan bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta berjanji tidak menjadi pembantu orang-orang yang berbuat jahat. Nabi Musa as kemudian kembali dan meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang mesir yang berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahwa nabi Musa as adalah pembunuh orang mesir yang mayatnya ditemukan oleh mereka kemaren. Petugas keamanan mesir tidak berhasil menyikap kasus pembunuhan itu. Akhirnya rahasia nabi Musas as terungkap, lalu seorang pria dari mesir yang beriman datang dari penjuru kota. Ia membisikkan kepada nabi Musa as bahwa ada suatu rencana untuk membunuhnya. Pria itu menasehati nabi Musa agar ia meninggalkan mesir secepatnya, Allah swt berfirman
“Karena itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir (akibat perbuatannya), maka tiba tiba orang yang meminta pertolongan kemaren berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa berkata kepadanya : “Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang sehat yang nyata (kesesatannya), maka tatkala Musa memegan dengan keras orang yang menjadi musuk keduanya, musuhnya berkata :
“Hai Musa apakah kamu bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana kamu kemaren telah membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-webang di negeri (ini), dan tiadalah kamu hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian”. Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa-gesa seraya berkata :
“Hai Musa, sesungguhnya pembesar sedang berunding tentang kamu. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu” (Qs : 28 : 18 – 20)
Para penguasa atau para pembesar yang bertanggung jawab pada keamanan menyiapkan persekutuan untuk menyingkirkan nabi Musa as. Akhirnya kesempatan emas itu tiba. Para pembantunya mengatakan kepadanya bahwa nabi Musa merupakan orang yang membunuh orang mesir yang mereka temukan jasadnya kemaren. Selesai urusan ini. Kemudian datanglah perintah dan kesempatan untuk membunuh nabi Musa as. Orang-orang yang membenci nabi Musa as mulai mendapatkan angin kegembiraan di mana mereka akan melihat nabi Musa as terbunuh, tetapi Allah yang maha tahu mengirim orang mesir yang baik untuk mengingatkan nabi Musa agar berlari dari kejaran orang-orang yang dzolim. Allah berfirman seperti yang tercantum dalam Al Qur’an
“Maka keluarkanlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa : ‘Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang dzolim itu’.” (Qs. 28 : 21)
Nabi Musa as meninggalkan kota dan menjadi orang yang terusir. Nabi Musa as segera keluar dalam keadaan takut dan sambil waspada nabi Musa as selalu berdoa dalam hatinya : “Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang dzolim”. Kaum itu memang benar-benar orang-orang dzolim. Mereka ingin menerapkan hukuman bagi pembunuh dengan sengaja atas nabi Musa as, padahal nabi Musa as tidak melakukan selain berusaha memisahkan orang yang berkelahi tetapi dengan tidak senagaja ia membunuhnya. Nabi Musa as segera keluar dari Mesir. Beliau tidak lagi pergi ke istana Fir’aun dan tidak mengganti pakaiannya, dan tidak membawa makanan untuk perjalanan. Beliau tidak membawa binatang tunggangan yang dapat mengantarkannya. Beliau juga tidak pergi bersama suatu kafilah. Beliau langsung pergi ketika mendapatkan kabar dari seorang mukmin yang mengingatkannya dari ancaman Fir’aun.
Nabi Musa as berjalan melalui jalan yang tidak biasanya dilalui orang. Nabi Musas memasukin gurun dan ia menuju ke suatu tempat yang disitu Allah membimbingnya. Ini adalah pertama kalinya beliau keluar dan mengarungi gurun pasir sendirian. Kemudian nabi Musa tiba di suatu tempat yang bernama Madyan. Nabi Musa istirahat dan duduk-duduk di dekat sumur yang bersar dimana disitu orang-orang mengambil air untuk memberi minum binatang tunggangan mereka dan juga binatang gembalaan mereka. Nabi Musa as tidak membawa makanan selain daun-daun pohon. Nabi Musa as minum dari sumur-sumur yang ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang perjalanan Nabi Musa merasakan ketakukan, jangan jangan Fir’aun mengirim orang untuk menangkapnya. Ketika nabi Musa as sampai di kota madyan nabi Musa as berbaring di sisi pohon dan beristirahat. Nabi Musa as merasa lapar dan keletihan. Sandal yang dipakai olehhnya terlihat mulai rusak. Beliau tidak memiliki dana yang cukup untuk membeli sandal baru, dan beliau juga tidak mempunya uang yang cukup untuk membeli minuman atau makanan.
Nabi Musa as memperhatikan kumpulan pengembala yang sedang mengambil air untuk kambing-kambing mereka. Nabi Musa as ingat bahwa ia sedang lapar dan haus. Ia berkata dalam hati : “Aku dapat memenuhi perutuku dengan air selama aku tidak memiliki uang yang cukup untuk membeli makanan:, nabi Musa kemudian berjalan ke tempar air. Sebelum sampai, ia mendapati dua orang perempuan yang sedang memisah kambing-kambingnya agar jangan sampai tercampur dengan kambing orang lain. Melalui ilham, nabi Musa as merasa bahwa kedua wanita itu membutuhkan pertolongan. Nabi Musa as lupa terhadap rasa hausnya, lalu beliau menuju kea rah mereka dan bertanya, apakah ia dapat membantu mereka? Lalu seorang gadis yang paling tua berkata :
“kami menunggu sampai selesainya para gembala itu mengambil air untuk binatang gembalaan mereka” lalu nabi Musa bertanya :
“Mengapa kalian tidak mengambil air sekarang?” kemudian gadis kecil berkata :
“Kami tidak mampu untuk berdesak-desakan dengan kaum pria”. Nabi Musa as keheranan karena mengetahui kedua gadis itu menggembala kambing. Seharusnya yang menggembala kambing adalah kaum pria. Itu merupakan tugas berat dan sangat melelahkan, tidak semestinya wanita menggembala.
“Mengapa kalian mengembala kambing” Gadis yang kecil mengatakan lagi :
“Orang tua kami sudah tua dimana kesehatannya tidak dapat membantunya untuk keluar dari rumah dan mengembala kambing setiap hari”. Mendengar hal itu Nabi Musa as lalu berkata :
“Kalau begitu, aku akan membantu kalian untuk mengambil air itu”
Nabi Musa as berjalan menuju tempat air. Nabi Musa air mengetahui bahwa para pengembala meletakkan di atas bibir suatu air suatu batu besar yang tidak bisa digerakkan kecuali oleh sepuluh orang. Nabi Musa as merangkul dan mengangkatnya dari bibir sumur. Otot-otot nabi Musa as tampak menonjol saat memindahkan batu itu. Nabi Musa merupakan pria yang kuat. Akhirnya, nabi Musa as berhasil mengambil air untuk remaja putrid itu, dan kemudian ia mengembalikan batu itu ke tempatnya. Nabi Musa as kembali duduk di bawah naungan pohon. Saat itu nabi Musa as lupa untuk minum. Perut nabi Musa menempel ke punggungnya karena karena saking laparnya. Nabi Musa as mengingat Allah yang Maha Esa dan memanggil Nya dalam hati :
“Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudia dia kembali ketempat yang terduh lalu berdoa : “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang engkau turunkan kepadaku” (Qs. 28 : 24)
Kedua gadis itu kembali ke rumah ayahnya. Si ayah bertanya :
“Hari ini kalian kembali lebih cepat dari biasnaya?”
Gadis yang paling tua berkata :
“Sungguh hari ini kami sangat beruntung. Wahai ayah, kami bertemu dengan seorang pria yang mulia yang mengambilkan air bagi hewan kami sebelum orang-orang lain mengambilnya”
Si ayah berkata
“Alhamdulillah”
Gadis yang paling kecil berkata
“saya kira wahai ayahku dia datang dari tempat yang jauh dan tampak ia sedang lapar. Saya melihat dia dalam keadaan kecapaian meskipun ia seorang pria yang kuat”
Lalu si ayah berkata kepada anak perempuannya :
“Pergilah engkau padanya dan katakan, sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu upah atas jasamu mengambilkan air untukku”. Kemudian anak perempuan itu pergi menemui Nabi Musa as dalam keadaan hatinya berdebar-debar. Perempuan itu berdiri di depan Nabi Musa as dan menyampaikan surat dari ayahnya. Nabi Musa as bangkit dari tempat duduk dan pandangannya tertuju ke bawah. Nabi Musa as tidak bermaksud mengambilkan air untuk mereka dengan tujuan mengharapkan upah dari mereka. Beliau membantu mereka hanya semata-mata karena Allah SWT. Beliau merasakan dalam dirinya bahwa Allah SWT lah yang menggerakkan beliau untuk membantu mereka.
Gadis itu berjalan di depan Nabi Musa as kemudian bertiuplah angin dan menyentuh pakaiannya sehingga nabi Musa as menunduk padangan matanya karena merasa malu. Nabi Musa as berkata kepada gadis itu :
“saya akan berjalan di depanmu dan tunjukkanlah jalan padaku”. Mereka pun sampai di kediaman si ayah. Sebagian ahli tafsir mengatakan bawah si saya ini adalah Nabi Syu’aib as. Beliau memperoleh usia panjang setelah kematian kaumnya. Orang tua itu menghidangkan kepada nabi Musa as makan siang dan bertanya kepadanya dari mana ia datang dan kemudian ke mana ia akan pergi,
Nabi Musa as mengungkapkan ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya, jangan khawatir dan jangan takut. Engkau akan selamat dari orang-orang yang dzolim. Negeri ini tidak tunduk pada mesir dan mereka tidak akan sampai di sini. Mendengar ucapan itu, nabi Musa as menjadi tenang dan bangkit untuk pergi. Salah seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya dengan berbisik :
“wahai ayahku, berilah dia upah. Sesungguhnya engkau akan memberikan upah kepada seorang yang kuat dan jujur”
Si ayah bertanya kepadanya :
“bagaimana engkau mengetahui dia seorang lelaki yang kuat”
Anak perempuannya menjawab
“Saya lihat sendiri ia mengangkat batu yang tidak mampu diangkat oleh sepuluh orang lelaki”
Si ayah bertanya lagi :
“Bagaimana engkau mengetahui bahwa dia seorang yang jujur”
Perempuan itu menjawab :
“Ia menolak untuk berjalan di belakangku dan ia berjalan di depanku sehingga ia tidak melihatku saat aku berjalan. Dan selama perjalanan saaat aku berbincang-bincang denganya, dia selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa malu dan adab yang baik darinya”
Kemudian orang tua itu memandangi Nabi Musa as dan berkata kepadanya :
“Wahai Musa, aku ingin menikahkanmu dengan salah satu putriku. Dengan syarat, hendaklah engkau bekerja menggembala kambing bersamaku selama delapan tahun. Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah kemurahan darimu. Aku tidak ingin menyusahkanmu, sungguh insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang saleh”
Nabi Musa as kemudian berkata :
“Ini adalah kesepakatan antara aku dan engkau dan Allah SWT sebagai saksi atas kesepakatan kita, baik aku akan melaksanakan pekerjaan selama delapan tahun maupun sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk pergi ke mana saja”
Allah SWT berfirman:
“Kemudian datanglah kepada Musa seorang dari kedua wanita itu berjalan malu-malu, ia berkata :
“Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum (ternak) kami”. Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu’aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu’aib berkata :
“Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang dzolim itu” Salah seorang dari kedua wanita itu berkata :
“Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. Berkatalah dia (Syu’aib)
“sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak berhak memberatkan kamu. Dan kamu insyaAllah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik”. Dia (Musa) berkata :
“itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang aku ucapkan” (Qs. 28 : 25 – 28)
Lalu menikahlah nabi Musa as dengan salah satu anak gadis dari nabi Syu’aib as dan perjanjian yang telah ditentukan itu telah dijalankan dan dilaksanakan oleh Nabi Musa as.
Demikianlah nabi Musa mengabdi kepada Nabi Syu’aib as selama sepuluh tahun penuh. Pekerjaan Nabi Musa as terbatas pada keluar dari rumah di waktu pagi untuk mengembala kambing. Sepuluh tahun waktu yang dihabiskan oleh Nabi Musa as di Madyan merupakan suatu ketentuan yang dirancang oleh Allah SWT.
Nabi Musa as berdasarkan islam dan agama tauhid. Nabi Musa as menghabiskan masa sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan keluarganya. Masa sepuluh tahun ini adalah masa yang paling penting dalam kehidupannya. Ia merupakan masa persiapan yang besar. Pada setiap malam Nabi Musa as merenungkan bintang-bintang. Nabi Musa as mengikuti terbitnya matahari dan tenggelamnya. Pada setiap siang nabi Musa memikirkan tumbuh-tumbuhan; bagaimana ia membela tanah dan mekar. Nabi Musa as memperhatikan hari; bagaimana ia menghidupkan bumi setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan subur. Nabi Musa as memperhatikan alam yang luas dan ia tempak tercengan dan kagum dengan ciptaan Allah SWT.
Sebenarnya pemikiran-pemikiran dan perenungan-perenungan tersebut jauh jauh hari sudah tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam jiwanya. Bukankah nabi Musa as terdidik di istana Fir’aun. Ini berarti bahwa beliau menjadi seorang mesir yang mempunyai wawasan luas, orang mesir menunjukkan kekuatan fisiknya, orang mesir dengan segala makanannya dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada pada nabi Musa as berbau mesir. Nabi Musa as siap siap untuk menerima wayu dari Allah dengan bentuk yang baru. Yaitu wayu Illahi yang langsung datang tanpa perantara seorang malaikat di mana Allah SWT yang berbicara dengannya secara langsung.
Oleh karena itu, sebelum datangnya watyu itu perlu adanya persiapan mental dan moral, sendangkan persiapa fisik telah selesai dilaluinya di mesir. Nabi Musa as tumbuh di sitana yang paling besar yang dimiliki penguasa di bumi dan di suatu pemerintahan yang paling kaya di bumi. Nabi Musa as menjadi seorang pemuda yang kuat di mana bukan hanya sekedar memisahkan seseorang yang berkelahi, namun justru membunuhnya meski tanpa sengaja. Setelah persiapan fisik yang kuat, kini nabi Musa as harus melewati persiapan mental yang seimbang. Yaitu persiapan yang dilakukan melalui pengasingan yang sempurna di mana beliau hidup di tengah-tengah guru dan tempat pengembalaan yang beliau belum pernah menginjakkan kakinya di sana. Beliau hidup di tengah-tengah orang asing yang belum pernah beliau lihat sebelumnya.
Sering kali nabi Musa as mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik pengasingan itu. Allah SWT mempersiapkan hal tersebut kepada nabi-Nya agar setelah itu beliau mampu memegang amanat yang besar dari Allah SWT. Datanglah suatu hari atas nabi Musas as. Selesailah masa yang ditentukan. Kemudian nabi Musa as merasakan kerinduan untuk kembali ke mesir. Dengan berlalunya waktu, hukuman yang harus dijalaninya dengan sendirinya gugur.
Nabi Musa as mengetahui hal itu, tetapi beliau juga mengetahui bahwa undang-undang di mesir sebenarnya terletak pada kekuatan penguasa, jika penguasa berkehendak maka nabi Musa as dapat menerima hukuman, dan jika tidak berkehendak maka dia akan memafaatkannya, meskipun yang bersangkutan berhak mendapatkan hukuman. Nabi Musa as menyadari hal itu, nabi Musa as tidak sepenuhnya yakin ia akan selamat ketika beliau menginjakkan kakinya di mesir seperti keyakinannya bahwa beliau selamat di tempatnya sekarang. Meskipun demikian, rasa rindunya untuk melakukan perjalanan kembali ke tempatnya mendorong nabi Musa as segera menuju ke mesir. Nabi Musa mengambil keputusan yang tepat.
Nabi Musa as berkata kepada istrinya :
“Besuk kita akan mulai perjalanan ke mesir:
“Di dalam perjalanan terdapat seribu macam bahaya tetapi ketenangan tetap menghiasai Musa.” Istri nabi Musa as taat kepada nabi Musa as.
Nabi Musa as keluar bersama keluarganya dan melakukan perjalanan. Bulan bersembunyi di balik gumpalan awan yang tebal dan kegelapan menyelimuti sana-sini. Sementara itu, petir menyambar sangat keras dan langit menurunkan hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat. Di tengah-tengah perjalanannya, nabi Musa as tersesat. Nabi Musa as mendapatkan dua potongan batu kemudian beliau memukul keduanya dan menggesek-gesekkan keduanya agar mendapatkan api dariny sehingga beliau dapat berjalan. Tapi sayang, beliau tidak mampu melakukan hal itu. Angin yang bertiup kencang memadamkan api kecil itu.
Nabi Musa as berdiri dalam keadaan bingung dan tubuhnya tampak menggigil di tengah-tengah keluarganya. Kemudian Nabi Musa as mengangkat kepalanya dan menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang beliau saksikan adalah api yang sabat besar yang menyala-nyala dari kejauhan. Maka hati bai Musa as dipenuhi dengan rasa gembira. Ia berkata kepada keluarnya :
“Aku melihat api di sana”
Lalu beliau memerintahkan kepada mereka untuk tinggal di tempatnya sehingga beliau pergi ke api itu. Mungkin di sana beliau mendapatkan sesuatu berita atau akan menemukan seseorang yang dapat memberinya petunjuk sehingga beliau tidak tersesat, atau beliau dapat membawa segian api yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi hangat.
Keluarganya melihat api yang diisyaratkan oleh nabi Musa as tetapi sebenarnya mereka tidak melihat sesuatu apapun. Mereka tetap menantinya dan duduk sambil menunggu kedatangan nabi Musa as. Nabi Musa as bergera menuju ke tempat api. Nabi Musa as segera berjalan dan menghangatkan tubuhnya, sementara tangan kanannya memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak basah kuyup karena hujan. Nabi Musa as tetap berjalan sampai ia mencapai suatu lembah yang bernama Thua’. Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di lembah ini. Di lembah itu tidak ada rasa dingin dan tidak ada angina yang bertiup. Yang ada hanya keheningan. Nabi Musa as mendekati api. Belum lama beliau mendekatnya sehingga beliau mendekar suara panggilan :
“Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia : ‘bahwa telah diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan maha suci Allah, Tuhan semesta alam (Qs. 27 : 8)
Tiba tiba nabi Musa as berhenti dan badannya menggigil. Suara itu tampak terdengar dan datang dari segala tempat dan berasal dari tempat tertentu. Nabi Musa as melihat api dan beliau kembali merasa menggigil. Nabi Musa as melihat api dan beliau kembali merasa menggigil. Beliau mendapati suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar dan berkobarlah api darinya maka pohon itu justeri semakin menghijau. Seharusnya pohon itu berubah warnah menjadi hitam saat terbakar, tetapi anehnya api justru meningkatkan warna hijaunya. Nabi Musa as tetap menggigil mekipun beliau merasakan kehangatan dan tampak mulai berkeringat.
Lembah tempat nabi Musa as berdiri adalah lembah Thua’. Nabi Musa as meletakkan kedua tangannya di atas kedua matanya karena saking dahsyatnya cahaya. Beliau melakukan yang demikian itu sebagai usaha untuk melindungi kedua matanya. Kemudian nabi Musa as bertanya dalam dirinya”
“Ini cahaya atau api?” Tiba tiba beliau tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa takut, lalu Allah SWT memangggil :
“Maka ketika ia datang ke tempat itu ia dipanggil: wahai Musa” (QS. 20 : II)
Nabi Musa as mengangkat kepalanya dan berkata :
“Ya”
Allah berkata :
Sesungguhnya aku inilah Tuhanmu, maka tinggalkanlah kedua terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, thuwa’ (Qs. 20 : 12)
Nabi Musa as ruku’ dan melepas kedua sandalnya, kemudian Allah SWT kembali berkata :
“Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku, maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap tiap dari itu dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa. “Qs. 20 : 13 – 16)
Nabi Musa as semakin gemetar saat beliau menerima wahyu Ilahi dan saat berdialog dengan Allah SWT. Allah yang maha pengasih dan penyayang itu berkata :
“Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?” (Qs. 20 : 17)
Bertambah keheranan nabi Musa as. Allah SWT adalah zat yang mengajaknya berbicara dan tentu lebih mengetahui dari nabi Musa as tentang apa yang dipegangnya, lalu mengapa Allah SWT bertanya kepada jika memang Dia lebih mengetahui darinya. Tak ragu lagi bahwa di sana ada hikmah yang tinggi. Nabi as menjawab pertanyaan itu dengan suara yang tampak menggigil :
“Berkata Musa : “ini adalah tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan abgiku ada lagi kepeluan yang ada padanya” (Qs. 20 : 18)
Allah befirman : lemparkanlah ia, hai Musa! (Qs : 20 : 19)
Nabi Musa as melemparkan tongkatnya dari tangannya dan rasa herannya semakin menjadi-jari. Tiba-tiba nabi Musa as dikagetkan ketika melihat tongkat itu menjadi ular yang besar. Ular itu bergerak dengan cepat. Nabi Musa as tidak mampu lagi menahan rasa takutnya. Nabi Musa as merasa tubuhnya bergetar karena rasa takut. Nabi Musa as membalikkan tubuhnya karena takut dan ia mulai lari. Belum lama ia lari, belum sampai dua langkah, Allah SWT memanggilanya :
“Dan lemparkanlah tongkatmu”, maka tatkala (tongkat itu menjadi luar) dan Musa melihatnya bergerak-gerak seperti seekor ular yang gesit. Larilah ia berbalik kebelakang tanpa menoleh. “Hai Musa, janganlah kamu takut, sesungguhnya orang menjadi rasul, tidak takut di hadapanku” (Qs 27 :10)
“Hai Musa, datanglah kepadaKu dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman” (Qs. 28 : 31)
Nabi Musa as kembali memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak dan ular itupun tetap bergerak. Allah SWT berkata kepada Musa :
“Peganglah ia dan janganlah takut, kami akan mengembalikan kepadanya keadaannya semula” (qs. 20 :21)
Nabi Musa as mengulurkan tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Nabi Musa as belum sempat menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah perintah Allah SWT terjadi dengan cepat. Kemudian Allah SWT memerintahkan kepadanya :
“Masukanlah tangganmu ke leher bajumu, niscaya ia keluar putih tidak bercacat bukan karena penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan kepada Fir;aun dan pembesar-pembesaranya). Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang fasik”. (Qs : 28 : 32)
Nabi Musa as meletakkan tangannya di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan tiba-tiba tangan itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Nabi Musa as bertambah. Lalu ia meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana diperintahkan Allah SWT padanya sehingga rasa takutnya benar-benar hilang.
Nabi Musa as merasa tenang dan terdiam. Kemudian Allah SWT memerintahkan kepadanya setelah beliau melihat kedua mukjizat itu, yaitu mukjizat tangan dan mukjizat tongkat untuk pergi menemui Fir’aun dan berdakwah kepadanya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang, dan Allah SWT memerintahkan kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil dari mesir. Nabi Musa as manampakkan rasa takutnya kepada Fir’aun. Nabi Musa as berkata bahwa ia telah membunuh seseorang di antara mereka dan beliau khawatir mereka akan membunuh dan membalasnya. Nabi Musa as meminta kepada Allah SWT dan memohon kepada-Nya agar mengirim saudaranya Nabi Harun as bersamanya. Allah SWT menenangkan Nabi Musa as dengan mengatakan bahwa dia akan selalu bersama mereka berdua. Dia mendengar dan menyaksikan gerak-gerik dan perbuatan mereka. Meskipun Fir’aun terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini Fir’aun tidak akan mampu menggangu atau menyakiti mereka. Allah SWT memberitahu Nabi Musa as, bahwa Dia-lah yang akan menang. Nabi Musa as berdoa dan memohon kepada Allah SWT agar melapangkan hatinya dan memudahkan urusannya serta memberinya kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.
Allah SWT telah memilih Nabi Musa as. Itu adalah salah satu puncah kemuliaan di mana tidak ada seorang pun di zaman itu yang mampu mencapainya selain nabi Musa as. Nabi Musa as kembali untuk menemui keluarganya setelah Allah SWT memilihnya sebagai rasul dan utusan untuk berdakwah ke Fir’aun. Akhirnya. Nabi Musa as beserta keluarganya berjalan menuju ke Mesir. Hanya Allah SWT yang mengetahui pikiran-pikiran apa yang terlintas di dalam diri Nabi Musa as saat beliau mengayunkan langkahnya menuju ke mesir.
Nabi Musa as mengetahui bahwa Fir’aun adalah orang yang jahat. Fir’aun akan berusaha memberhentikan langkah dakwahnya dan fir’aun akan menentangnya tetapi Allah SWT memerintahkannya untuk pergi ke Fir’aun dan berdakwah kepadanya dengan kelembutan dan kasih sayang. Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Musa as bahwa Fir’aun tidak akan beriman tetapi Nabi Musa as tidak peduli dengan hal itu. Beliau diperintahkan untuk melepaskan bani israil yang sedang disiksa oleh Fir’aun.
cerita nabi musa as lengkap
Allah SWT berkata kepada Musa dan Harun :
“Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dan katakanlah : “sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka” (Qs. 20 : 47)
Inilah tugas yang ditetukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan tantangan. Fir’aun menyiksa bani israil dan menjadikan mereka budak-budak dan memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka. Fir’aun juga menodai kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih anak laki-laki mereka. Nabi Musa as mengetahui bahwa rezim mesir berusaha untuk memperbudak bani israil dan mengekspliotasi mereka di luar kemampuan mereka demi kepentinan penguasa. Tetapi nabi Musa as tetap memperlakukan dan menghadapi Fir’aun dengan penuh kelembutan dan kasih sayang sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT kepadanya :
“pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas, maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” (Qs. 20 : 43 – 44)
Nabi Musa as bercerita kepada Fir’aun tentang siapa sebenarnya Allah SWT, tentang Rahmat-Nya, tentang surga-Nya, dan tentang kewajiban mengesankan-Nya dan menyembah-Nya. Beliau berusaha membangkitkan aspek-aspek kemanusiaan Fir’aun melalui pembicaraan tersebut. Fir’aun mendengarkan apa yang dikatakan oleh Nabi Musa as dengan penuh kebosanan. Fir’aun membayangkan bahwa seseorang yang diharapannya adalah orang gila yang nekat untuk menentang dan menggoyang kedudukannya.
Kemudian Fir’aun mengangkat tangannya dan berbicara
“apa yang engkau inginkan, hai Musa?
Nabi Musa as menjawab :
“Aku ingin agar engkau membebaskan bani israil”
Fir’aun bertanya :
“Mengapa aku harus membebaskan mereka bersamamu sementara mereka adalah budak-budakku?”
Musa menjawab :
“mereka adalah hamba-hamba Allah SWT, Tuhan pengatur alam semesta”
Dengan nada mengejek Fir’aun bertanya :
“Bukankah engkau mengatakan bahwa namamu Musa?”
Nabi Musa as menjawab :
“benar”
Fir’aun berkata :
“Bukankah engkau yang kami temukan di sungail Nil saat engkau masih kecil yang tidak mempunyai daya dan kekuatan? Bukankah engkau Musa yang aku didik di istana ini, lalu engkau memakan makanan kam dan meminum air kami, dan engkai menikmati kebaikan-kebaikan dari kami? Bukankah engkau yang membunuh seseorang lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat seMusa itu? Bukankah mereka mengatkaan bahwa pembunuhan merupakan suatu kekufuran? Kalau begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang pembunuh. Jadi engkau adalah Musa yang lari dari hukum mesir. Engkau adalah seseorang yang lari dan menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang kepadaku dan berusaha berbicara denganku. Engkau berbicara tetang apa hai Musa. Sungguh aku telah lupa”
“siapakah Tuhan semesta alam itu?” (Qs. 26 : 23)
Nabi Musa as menjawab :
“Tuhan pencipta lagi dan bumi dan apa-apa yang di antaranya keduanya (itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya” (Qs 26 : 24)
Berkata Fir’aun kepada orang-orang sekelilingnya :
“Apakah kamu tidak mendengarkan?” (Qs. 26 : 25)
Musa berkata dan tidak memperdulikan ejekan Fir’aun itu :
“Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu” Qs. 26 : 26)
Fir’aun berkata bahwa nabi Musa as adalah tukang sihir dan jika sihir itu yang akan dibanggakan oleh nabi Musa as, maka iapun mempunyai tukang-tukang sihir pula.
Lalu fir’aun mengumpulkan tukang-tukang sihirnya, untuk bertanding melawan nabi Musa as di suatu area yang telah ditentukan waktu dan tempatnya.
Di antara mereka ada yang melemparkan tali, tongkat, maka berubahlah tongkat dan tali itu menjadi ular yang menjalar (tipu muslihat). Lalu nabi Musa as merasa takut, karena telah dikelilingi ular-ular yang berbisa.
Lalu Allah memerintahkan kepada Musa dengan firmanNya :
“Lemparkanlah tongkat yang ditangan kananmu, nanti berubah menjadi ular yang besar yang akan menelan segala perbuatan mereka itu, sesungguhnya kerja mereka itu adalah tipu daya tukang sihir saja dan sekali-kali tidaklah akan menang tukan sihir itu, meskipun bagaimanapun juga”
Kemudian seMusa ahli sihir itu tunduk sujud kepada Nabi Musa as. Karena melihat tukang sihirnya telah beriman kepada nabi Musa demikian pula istrinya (siti asiah), maka Fir’aun bertambah kemarahannya, sehingga istrinya disiksa hingga meninggal, demikian juga orang-orang yang beriman disiksa dengan sangat berat.
Akhirnya nabi Musa as bersama-sama orang yang beriman pergi keluar dari mesir, setelah mereka tidak berdaya lagi di negeri Mesir, maka dikejarlah mereka sampai ke laut merah, dan laut pun berubah menjadi jalan besar dan membelah menjadi dua untuk dilalui nabi Musa as dengan pengikut-pengikutnya.
Ketika Fir’aun dengan bala tentaranya mengejar dari belakang dan ketika mereka sampai di pertengahan laut, maka air lauput pun bertaut kembali menjadi satu, kemudian mereka tenggelam seMusanya, sebagaimana firman Allah :
“Maka Fir’aun dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang menenggelamkan mereka” (Qs. 20 : 78)
Setelah nabi Musa as, dan kaumnya bebas dari kejaran Fir’aun, awalnya mereka mengembara. Pada saat mereka mengembara, dan tiba di suatu tempat mereka melihat para penyembah berhala. Dan kaum nabi Musa ingin melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan. Namun nabi Musa as mengingatkannya, mereka pun tersadar dan lalu bertaubat karena keinginan mereka untuk berbuat syirik.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan mencari tempat tinggal yang sesuai untuk ditempati. Lembah, bukit dan padang pasir pun mereka lewati. Dan ketika mereka berada di tengah-tengah padang pasir yang tandus, mereka berkata : “Wahai, Nabi Allah, mintalah kepada Allah Supaya menurunkan makanan dan minuman untuk kami”, kemudian nabi Musa as pun berdoa dan Allah SWT mengabulkan doa nabi Musa as. Langi pun melimpahkan makanan untuk mereka. Betapa pemurahnya Allah kepada para hamba-Nya, padahal mereka sebelumnya pernah berniat untuk menyekutukan-Nya.
Kemudian Nabi Musa as mengajarkan isi Taurat kepada umatnya. Nabi Musa as meninggal dunia di padang Tih pada usia yang ke 120 tahun.
Wafatnya Nabi Musa as.
Di Padang Tih, bertahun-tahun hidup di sana, usia Nabi Musa dan Harun bertambah lanjut. Bani Israil benar-benar dibersihkan dari orang-orang yang fasik, yang disebutkan dalam doa Nabi Musa. Kemudian lahirlah generasi baru yang insya Allah lebih baik dari orang-orang yang fasik tersebut.
Tak berapa lama sampailah ajal Nabi Harun ‘alaihissalam. Bersama Nabi Musa, beliau dipanggil ke Bukit Thursina. Di sanalah Nabi Harun berpulang ke rahmat Allah ‘azza wa jalla.
Sepeninggal saudaranya Harun ‘alaihissalam, Nabi Musa masih melanjutkan tugas membimbing Bani Israil. Beliau dengan penuh semangat tetap mengajari mereka agar taat dan tunduk kepada aturan Allah ‘azza wa jalla Yang telah menyelamatkan dan memuliakan mereka.
Menjelang dekatnya ajal beliau, Allah ‘azza wa jalla mengutus salah seorang hamba-Nya yang mulia di kalangan para malaikat. Seorang malaikat yang menghancurkan seMusa kelezatan dan memutuskan seMusa kesenangan hidup, Malaikat Maut. Makhluk suci yang diciptakan Allah ‘azza wa jalla dari cahaya.
Peristiwa ini diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat (bahkan umatnya),
أُرْسِلَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِمَا السَّلَام فَلَمَّا جَاءَهُ صَكَّهُ فَرَجَعَ إِلَى رَبِّهِ فَقَالَ: أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ. فَرَدَّ اللهُ عَلَيْهِ عَيْنَهُ وَقَالَ: ارْجِعْ فَقُلْ لَهُ يَضَعُ يَدَهُ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ فَلَهُبِكُلِّ مَا غَطَّتْ بِهِ يَدُهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ سَنَةٌ. قَالَ: أَيْ رَبِّ، ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: ثُمَّ الْمَوْتُ. قَالَ: فَالْآنَ. فَسَأَلَ اللهَ أَنْ يُدْنِيَهُ مِنَ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ. قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ فَلَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْقَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ
Malaikat Maut diutus kepada Musa ‘alaihissalam. Ketika dia mendatanginya, beliau menamparnya. Malaikat itu kembali kepada Rabbnya, lalu berkata, “Engkau telah mengutusku kepada seorang hamba yang tidak menyukai maut.”
Kemudian, Allah mengembalikan matanya dan berkata, “Kembalilah dan katakan kepadanya, supaya meletakkan tangannya di lambung seekor sapi jantan, lalu dia berhak pada setiap bulu yang ditutupi tangannya adalah satu tahun.”
Musa berkata, “Wahai Rabbku, kemudian apa lagi?”
“Kemudian adalah maut.”
Kata Musa, “Maka sekaranglah,” beliau pun memohon kepada Allah agar mendekatkannya ke Tanah Suci sejauh lemparan batu.
“Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Seandainya aku di sana, sungguh, pasti akan aku perlihatkan kepada kamu kuburannya di samping jalan dekat bukit merah.’.” (H.R. Al-Bukhari no. 1339 dan Muslim no. 2372 dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu).
Begitulah kisahnya. Sebuah berita gaib yang diceritakan oleh ash-Shadiqul Mashduq shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sudah tentu menjadi berita dan kisah yang tidak disangsikan lagi
kebenarannya. Orang-orang yang beriman pasti menerima berita ini
sebagaimana adanya. Sebab, mereka yakin terhadap apa yang diterangkan
oleh Allah ‘azza wa jalla,
bahwa Rasul-Nya tidak berbicara dengan hawa nafsu. Apa yang beliau
sampaikan tidak lain adalah wahyu yang diturunkan kepadanya.
Wallahu a’lam
0 Response to "15. Kisah Nabi Musa A.S"
Post a Comment