Ia memiliki ayah dan ibu, ayahnya bernama Nabi Ishaq bin ibrahim, sementara itu ibunya merupakan saudara dari Nabi Ibrahim as yang bernama Rifqah binti A’zar. Ya’qub diutus oleh Allah menjadi rasul untuk menjadi memimpin umatnya supaya menyembah kepada Allah. Ya’qub merupakan rasul di negeri Kan’an. Menurur riwayat, ia diutus di sebuah desa yang bernama Nsbulis. Di tempat itu ia bercocok tanam dan juga memelihara ternak. Nabi Ya’qub memiliki saudara kembar yang bernama Ishu, yang merupakan putra kedua dari Nabi ishak.
Karena telah melihat sikap sudaranya yang kaku dan dingin dan juga sering mengeluarkan kata-kata menyindir karena rasa dengki dan iri, bahkan sampai dia diancam. Maka Ya’qub pun mendatangi ayahnya, untuk mengadukan sikap permusuhan dari saudara kembarnya tersebut :
”wahai ayahku! Tolonglah beri nasihat kepadaku, bagaimana aku harus menghadapi saudaraku Ishu yang membenciku mendendam dengki kepadaku dan selalu menyindirku dengan kata-kata yang menyakitkan hatiku, sehinga menjadikan hubungan persudaraaan kami berdua renggang dan tegang tidak ada rasa saling mencintai dan menyayangi. Dia marah karena ayah memberkasih dan mendaoakan agar aku memperoleh keturunan yang soleh, rezeki yang mudah dan kehidupan yang makmur serta kemewahan. Dia menyombongkan diri dengan kedua orang isternya daari suku Kan’aan dan mengancam bahwa anak-anaknya dari kedua isteri itu akan menjadi sangan berat bagi anak-anaku kelas dalam pencarian dan penghidupan dan macam-macam ancaman lain yang mencemaskan dan menyesakkan hatiku. Tolonglah ayah berikan aku jalan keluar bagaimana aku dapat mengatasi masalah ini serta mengatasinya dengan cara kekeluargaan”
Berkata si ayah, Nabi Ishaq as yang memang sudah merasa kesal melihat hubungan kedua puteranya yang makin hari makin meruncing :
”Wahai anakku, karena usaku yang sudah lanjut aku tida dapat menengahi kamu berdua, ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, badanku sudah membungkuk, raut mukaku sudah kusut berkerut, dan aku sudah diambang pintu perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku khawatir bila aku sudah menutup usia, gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin meningkat dan ia secara terbuka akan memusuhimu, berusaha mencari cela mu dan kebinasaanmu. Dalam usahanya memusuhimu akan mendapat dukungan dan pertolongan dan saudara-saudara iparnya yang berpengaruh dan berwibawa di negeri ini. Maka jalan yang terbaik bagimu, menuru fikiranku engkau harus pergi meninggaklan negeri ini dan berhijrah ke ke Fadan A’raam di daerah Irak, tempat tinggal sudara ayah dan ibumu Lapan bin Batu’il. Engkau dapat meningkahkan puteramu kepada salah seorang puterinya dan dengan demikian menjadi kuat kedudukan sosialmu disegani dan dihormati orang karena kedudukan mertuamu yang menonjol di masyarakat. Pergilah engkau ke sana dengan iringan do’a ku semoga Allah memberkahi perjalananmu, memberi rezeki murah dan mudah serta kehidupan yang tenang dan tenteram.
Apa yang dinasihatkan oleh ayah mendapat tempat di hati Ya’qub. Ia memnadang anjuran ayahnya sebagai jalan keluar yang diinginkannya dari kekacauan hubungan denga Ishu, ditambah lagi dengan mengikuti saran dari ayahnya itu akan bisa bertemu dengan bapak saudaranya serta anggota keluarnya dari pihak ibu. Ia segera berkemas membungkus segala barang yang diperlukan dalam perjalanan dengan hati yang terharu serta dengan air mata yang menetes ia meminta restu kepada kedua orangnya untuk meningalkan rumah.
Beberapa saat kemudian, Ya’qub tiba di salah satu persimpangan jalan, kemudian ia berhenti sebentara untuk bertanya kepada salah satu warga untuk bertanya dimanakah tempat tinggal saudara ibunya yang bernama Laban. Karena laban merupakan salah satu orang kaya raya yang memiliki peternakan yang terbesar di kota itu jadi tidak sulit bagi penduduk untuk mengetahui namanya. Salah satu warga yang ditanyainya bisa tahu segra siapa Laban kemudian menunjukkan jarinya ke arah seorang gadis cantik yang sednang mengembala ternaknya yaitu kambing, ia berkata kepada Ya’qub : “Kebetulan sekali, itulah dia puterinya Laban yang akan dapat membawamu ke rumah ayahnya, ia bernama Rahil”
Setelah mendengar apa yang dikatakan salah satu warga itu, Nabi Ya’qub pun kemudian pergi mendatangi gadis cantik itu, diiringi dengan hati yang berdebar. Lalu dengan suara yang terputus-putus, Ya’qub memperkenalkan diri kepada gadis cantik itu, ia menjelaskan bahwa ia merupakan sudaranya sepupunya sendiri. Ibunya yang bernama Rifqah merupakan saudara kadung dari gadis yang bernama Rahil itu. Kemudian Ya’qub menjelaskan kepada Rahil bahwa tujuannya datang ke Fadam A’raam bertujuan untuk menemui ayahnya yang bernama Laban untuk menyampaikan pesan dari Nabi Ishaq yang merupakan ayah dari Nabi Ya’qub. Gadis yang bernama Rahil itu pun menyambut baik penjelasan dari Nabi Ya’qub, kemudian dipersilahkan untuk mengikutinya menuju rumahnya atau tempat dimana Laban tinggal.
Cerita Nabi Ya’qub as Setelah bertemu dengan Laban, Nabi Ya’qub berpelukan dengannya sebagai tanda kegembiraan akan pertemuan yang tidak pernah diduga, kemudian air mata pun mengalir ke pipi masing-masing karena harus bercampur suka cita. Selanjutnya Laban menyiapkan kamar khusus untuk keponakannya itu, dan berpesan kepada Nabi Ya;qub agar menganggap sebagai rumah sendiri. Kemudian setelah beberapa minggu tinggal di rumah Laban, Nabi Ya’qub menyampaikan pesan dari ayahnya, yaitu agar mereka berdua menjadi besan dengan jalan menikahkan salah satu puteri Laban dengan Nabi Ya’qub. Pesan dari ayah Nabi Ya’qub tersebut diterima dengan baik dan laban menyetujui dengan pesan tersebut untuk menikahkan putrinya dengan Nabi Ya’qub. Namun sebelum itu, ada satu syarat, yaitu Nabi Ya’qub harus bersedia membantu Laban dalam menjalankan bisnis peternakannya selama tujuh tahun terlebih dulu. Nabi Ya’qub pun menyetujui syarat yang diajukan oleh calon mertuannya, ia pun mau bekerja mengurus peternakan yang terbesar di kotanya itu.
Nabi Ya’qub yang begitu menghormati lba dan merasa berutang budi, yang telah menerima di rumahnya sebagai keluarga, melayaninya dengan baik dan tidak membeda-bedakan, bahkan dianggap seperti anak kandung sendiri tidka bisa berbuat apa apa, selain menerima saran itu. Pernikahan dengan dengan Laiya pun dilaksanakan dan kontrak kerja selama tujuh tahun pun ditandatangani.
Setelah tujuh tahun kedua berlalu, akhirnya Nabi Ya’qub dinikahkan dengan Rahil, gadis yang sangat ia cintai dan selalu dikenang sejak pertemuan pertama ketika ia baru memaski kota Fadan A’raam. Pernikahan Nabi Ya’qub dengan dua orang wanita bersaudara, yaitu kakak dan ini tidak melanggar aturan, baik menurut agama maupun adat saat itu.
Seperti yang difirmankan Allah SWT. : “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara-saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dan isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan iserimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghidupnkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi maha penyanyang”
Laban memberi hadiah kepada kedua puterinya yang telah menjadi isteri Nabi Ya;’ub as seorang hamba sahaya untuk membantu mengurus rumah mereka. Dan dari kedua iterinya serta hamba sahaya yang bernama Zulfah dan Balhah yang juga dinikahi oleh Nabi Ya’qub as dan beliau dikarunia dua belas nanak, yang semuanya disebut dalam Al Qur an adalah Al-Asbaath
Laiya melahirkan Rabin, Syam’un, Lawi, Yahuza, Yasakir, Zebulon. Rahil melahirkan Yusuf dan Banyumin. Rahil meninggal dunia pada waktu melahirkan Banyumin. Zulfar melahirkan Daan dan Naftali. Dan Balhah melahirkan Yad dan Asyir. Mereka semua disebut Al Asbaath artinya qabila Bani Israil, karena masing-masing dari mereka mempunyai keturunan yang banyak.
Pada suatu masa terjadilah perang antara raja dengan keluarga Nabi Ya’qub as. Nabi Ya’qub mempercayakan kepada anaknya yang bernama Syam’un untuk menghadapi serangan dari raja itu. Kemudian kemenangan anda di pihak Nabi Ya’qub, lalu ia beserta anak-anaknya masuk ke dalam benteng pertahanan yang telah hancur, kemudian harga yang ada pada pihak yang kalah dijadikan sebagai harta rampasan perang.
Pada usia yang telah lanjut, Nabi Ya’qub mengikuti puteranya di Mesir yang yang juga seorang Nabi, yaitu Nabi Yusuf yang menjadi pembesar di Negerinya. Nabi Ya’qub tinggal di mesir dan menurunkan banyak keturunan di mesir. Dari sinilah asal muasal bangsa israil tersebar di Negeri Mesir yang kemudian dibebaskan oleh Nabi Musa as dari penjajahan Fir’aun. Nabi Ya’qub meninggal dunia atau wafat pada usia 147 tahun di negeri Mesir.
Dalam kitab suci Al Qur’an telah dinyatakan bahwa Nabi Ya’qub as telah memberikan wasiat kepada putera-puteranya, setelah beliau mendekati ajalnya, Firman Allah dalam Al Qur an adalah sebagai berikut :
“adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya : “Apakah yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab : “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan neneng moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya” (QS. 2 : 133)
Itulah cerita Nabi Ya’qub semoga dapat mengambil banyak hikmah dan cara pikir yang baik dari contoh suri teladan yang baik pula. Dan semoga dapat menambah pengetahuan kamu tentang kisah para Nabi. Aamiin ya Allah..
Cerita Nabi Ya’qub dimusuhi saudara kembarnya.
Namun meski mereka bersaudara kandung, dan bahkan kembar. Antara Ya’qub dan Ishu tidak bisa rukun dan damai, tidak ada kasih sayang antara satu sama lainnya. Bahkan ishu memiliki rasa dendam dan iri pada Ya’qub yang memang dimanja, disayangi dan dicintai secara lebih oleh ibunya. Hubungan antara keduanya semaking tidak baik dan semakin tegang saat setelah Ishu mengetahui bahwa Ya’qub lah dimintakan dimintakan doa kepada Allah ketika ayahnya meminta kedatangan anak-anaknya.Karena telah melihat sikap sudaranya yang kaku dan dingin dan juga sering mengeluarkan kata-kata menyindir karena rasa dengki dan iri, bahkan sampai dia diancam. Maka Ya’qub pun mendatangi ayahnya, untuk mengadukan sikap permusuhan dari saudara kembarnya tersebut :
”wahai ayahku! Tolonglah beri nasihat kepadaku, bagaimana aku harus menghadapi saudaraku Ishu yang membenciku mendendam dengki kepadaku dan selalu menyindirku dengan kata-kata yang menyakitkan hatiku, sehinga menjadikan hubungan persudaraaan kami berdua renggang dan tegang tidak ada rasa saling mencintai dan menyayangi. Dia marah karena ayah memberkasih dan mendaoakan agar aku memperoleh keturunan yang soleh, rezeki yang mudah dan kehidupan yang makmur serta kemewahan. Dia menyombongkan diri dengan kedua orang isternya daari suku Kan’aan dan mengancam bahwa anak-anaknya dari kedua isteri itu akan menjadi sangan berat bagi anak-anaku kelas dalam pencarian dan penghidupan dan macam-macam ancaman lain yang mencemaskan dan menyesakkan hatiku. Tolonglah ayah berikan aku jalan keluar bagaimana aku dapat mengatasi masalah ini serta mengatasinya dengan cara kekeluargaan”
Berkata si ayah, Nabi Ishaq as yang memang sudah merasa kesal melihat hubungan kedua puteranya yang makin hari makin meruncing :
”Wahai anakku, karena usaku yang sudah lanjut aku tida dapat menengahi kamu berdua, ubanku sudah menutupi seluruh kepalaku, badanku sudah membungkuk, raut mukaku sudah kusut berkerut, dan aku sudah diambang pintu perpisahan dari kamu dan meninggalkan dunia yang fana ini. Aku khawatir bila aku sudah menutup usia, gangguan saudaramu Ishu kepadamu akan makin meningkat dan ia secara terbuka akan memusuhimu, berusaha mencari cela mu dan kebinasaanmu. Dalam usahanya memusuhimu akan mendapat dukungan dan pertolongan dan saudara-saudara iparnya yang berpengaruh dan berwibawa di negeri ini. Maka jalan yang terbaik bagimu, menuru fikiranku engkau harus pergi meninggaklan negeri ini dan berhijrah ke ke Fadan A’raam di daerah Irak, tempat tinggal sudara ayah dan ibumu Lapan bin Batu’il. Engkau dapat meningkahkan puteramu kepada salah seorang puterinya dan dengan demikian menjadi kuat kedudukan sosialmu disegani dan dihormati orang karena kedudukan mertuamu yang menonjol di masyarakat. Pergilah engkau ke sana dengan iringan do’a ku semoga Allah memberkahi perjalananmu, memberi rezeki murah dan mudah serta kehidupan yang tenang dan tenteram.
Apa yang dinasihatkan oleh ayah mendapat tempat di hati Ya’qub. Ia memnadang anjuran ayahnya sebagai jalan keluar yang diinginkannya dari kekacauan hubungan denga Ishu, ditambah lagi dengan mengikuti saran dari ayahnya itu akan bisa bertemu dengan bapak saudaranya serta anggota keluarnya dari pihak ibu. Ia segera berkemas membungkus segala barang yang diperlukan dalam perjalanan dengan hati yang terharu serta dengan air mata yang menetes ia meminta restu kepada kedua orangnya untuk meningalkan rumah.
Cerita Nabi Ya’qub berhijrah ke Fadan A’raam
Ya’qub menempuh perjalanan melewati jalan pasir dan sahari yang begitu luas, disertai dengan panas matahari yang begitu terik, begitu panas dikulitnya. Ia melakukan perjalanan ke Fadan A’ram tempat tinggal saudaranya seorang diri. Dalam perjalan yang begitu jauh tersebut, jika lelah ia sesekali berhenti untuk istirahat. Pada saat kondisi tubuh yang terllau lelah ia tertidur dalam istirahatnya di bawah batu karang besar. Dalam tidurnya yang begitu nyenyak ia bermimpi bahwa ia dikarunia rezeki yang luas, kehidupan yang aman dan damai, keluarga dan anak cucu yang soleh dan berbakti, serta kerajaan yang besar dan makmur. Beberapa saat kemudian ia terbangun dari tidurnya, kemudian mengusap matanya lalu menoleh ke kanan dan ke kiri, ia pun menyadari bahwa apa yang dilihatnya hanyalah mimpi. Namun ia yakin bahwa mimpinya tersebut akan menjadi kenyataan suatu saat nanti, seperti apa yang didoakan oleh sang ayang yang masih terasa mendengung di telinganya. Setelah melihat mimpi tersebut, segala letih yang ada tubuhnya tiba tiba hilang seperti memperoleh tenaga baru dan juga semakin bersemangat untuk segera tiba ditempat yang ia tuju dan segera menemui saudara sudara dari pihak ibunya.Cerita Nabi Ya’qub bertemu Laban
Setelah selama berhari hari, siang dan juga malam melalui perjalanan yang penuh liku, akhirnya Nabi Ya’qub tiba di pintu gerbang kota Fadan A’ram.Hatinya lega ketika telah melihat binatang-binatang peliharaan bekliaran di atas padang rumput, dihilatnya juga burung burung bertebaran di udara, serta para penduduk kota yang sedang melakukan aktifitas mencari nafkan untuk mencukup kehidupan masing-masing.Beberapa saat kemudian, Ya’qub tiba di salah satu persimpangan jalan, kemudian ia berhenti sebentara untuk bertanya kepada salah satu warga untuk bertanya dimanakah tempat tinggal saudara ibunya yang bernama Laban. Karena laban merupakan salah satu orang kaya raya yang memiliki peternakan yang terbesar di kota itu jadi tidak sulit bagi penduduk untuk mengetahui namanya. Salah satu warga yang ditanyainya bisa tahu segra siapa Laban kemudian menunjukkan jarinya ke arah seorang gadis cantik yang sednang mengembala ternaknya yaitu kambing, ia berkata kepada Ya’qub : “Kebetulan sekali, itulah dia puterinya Laban yang akan dapat membawamu ke rumah ayahnya, ia bernama Rahil”
Setelah mendengar apa yang dikatakan salah satu warga itu, Nabi Ya’qub pun kemudian pergi mendatangi gadis cantik itu, diiringi dengan hati yang berdebar. Lalu dengan suara yang terputus-putus, Ya’qub memperkenalkan diri kepada gadis cantik itu, ia menjelaskan bahwa ia merupakan sudaranya sepupunya sendiri. Ibunya yang bernama Rifqah merupakan saudara kadung dari gadis yang bernama Rahil itu. Kemudian Ya’qub menjelaskan kepada Rahil bahwa tujuannya datang ke Fadam A’raam bertujuan untuk menemui ayahnya yang bernama Laban untuk menyampaikan pesan dari Nabi Ishaq yang merupakan ayah dari Nabi Ya’qub. Gadis yang bernama Rahil itu pun menyambut baik penjelasan dari Nabi Ya’qub, kemudian dipersilahkan untuk mengikutinya menuju rumahnya atau tempat dimana Laban tinggal.
Cerita Nabi Ya’qub as Setelah bertemu dengan Laban, Nabi Ya’qub berpelukan dengannya sebagai tanda kegembiraan akan pertemuan yang tidak pernah diduga, kemudian air mata pun mengalir ke pipi masing-masing karena harus bercampur suka cita. Selanjutnya Laban menyiapkan kamar khusus untuk keponakannya itu, dan berpesan kepada Nabi Ya;qub agar menganggap sebagai rumah sendiri. Kemudian setelah beberapa minggu tinggal di rumah Laban, Nabi Ya’qub menyampaikan pesan dari ayahnya, yaitu agar mereka berdua menjadi besan dengan jalan menikahkan salah satu puteri Laban dengan Nabi Ya’qub. Pesan dari ayah Nabi Ya’qub tersebut diterima dengan baik dan laban menyetujui dengan pesan tersebut untuk menikahkan putrinya dengan Nabi Ya’qub. Namun sebelum itu, ada satu syarat, yaitu Nabi Ya’qub harus bersedia membantu Laban dalam menjalankan bisnis peternakannya selama tujuh tahun terlebih dulu. Nabi Ya’qub pun menyetujui syarat yang diajukan oleh calon mertuannya, ia pun mau bekerja mengurus peternakan yang terbesar di kotanya itu.
Cerita Nabi Ya’qub menikahi Laiya dan Rahil
Setelah tujuh tahun berlalu, Nabi Ya’qub menagih janji laban yang mengizinkan menikahi salah satu puterinya jika sudah bekerja mengurus ternak selama tujuh tahun. Laban tidak ingkar janji, namun laban menawarkan agar menikahi puteri pertamanya yang bernama Laiyla, atau kakak dari Rahil. Namun Nabi Ya’qub menginginkan menikahi Rahil karena Rahil lebih cantik, dan sudah terlanjur menyukainya sejak pertemuan pertamanya. Laban memahami dan mengerti apa yang dirasakan Nabi Ya’qub, namun adat yang berlaku saat itu tidak mengizinkan seorang adik mendahului kakaknya menikah. Jadi sebagai jalan tengah agar tidak mengecewakan Nabi Ya’qub dan tidak melanggar adat yang berlaku saat itu, Laban menyarankan agar Nabi Ya’qub menerima Laiya sebagai isteri pertama, dan Rahil sebagai isteri kedua yang akan dinikahkan suatu saat nanti setelah Ya’qub menjalani kerja dipeternakan selama tujuh tahun.Nabi Ya’qub yang begitu menghormati lba dan merasa berutang budi, yang telah menerima di rumahnya sebagai keluarga, melayaninya dengan baik dan tidak membeda-bedakan, bahkan dianggap seperti anak kandung sendiri tidka bisa berbuat apa apa, selain menerima saran itu. Pernikahan dengan dengan Laiya pun dilaksanakan dan kontrak kerja selama tujuh tahun pun ditandatangani.
Setelah tujuh tahun kedua berlalu, akhirnya Nabi Ya’qub dinikahkan dengan Rahil, gadis yang sangat ia cintai dan selalu dikenang sejak pertemuan pertama ketika ia baru memaski kota Fadan A’raam. Pernikahan Nabi Ya’qub dengan dua orang wanita bersaudara, yaitu kakak dan ini tidak melanggar aturan, baik menurut agama maupun adat saat itu.
Seperti yang difirmankan Allah SWT. : “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara-saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dan isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan iserimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghidupnkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi maha penyanyang”
Anak-anak Nabi Ya’qub as
Laban memberi hadiah kepada kedua puterinya yang telah menjadi isteri Nabi Ya;’ub as seorang hamba sahaya untuk membantu mengurus rumah mereka. Dan dari kedua iterinya serta hamba sahaya yang bernama Zulfah dan Balhah yang juga dinikahi oleh Nabi Ya’qub as dan beliau dikarunia dua belas nanak, yang semuanya disebut dalam Al Qur an adalah Al-AsbaathLaiya melahirkan Rabin, Syam’un, Lawi, Yahuza, Yasakir, Zebulon. Rahil melahirkan Yusuf dan Banyumin. Rahil meninggal dunia pada waktu melahirkan Banyumin. Zulfar melahirkan Daan dan Naftali. Dan Balhah melahirkan Yad dan Asyir. Mereka semua disebut Al Asbaath artinya qabila Bani Israil, karena masing-masing dari mereka mempunyai keturunan yang banyak.
Pada suatu masa terjadilah perang antara raja dengan keluarga Nabi Ya’qub as. Nabi Ya’qub mempercayakan kepada anaknya yang bernama Syam’un untuk menghadapi serangan dari raja itu. Kemudian kemenangan anda di pihak Nabi Ya’qub, lalu ia beserta anak-anaknya masuk ke dalam benteng pertahanan yang telah hancur, kemudian harga yang ada pada pihak yang kalah dijadikan sebagai harta rampasan perang.
Cerita Nabi Ya’qub menerima wahyu dari Allah
Beberapa waktu kemudian Nabi Ya’qub as hijrah ke palestina untuk menemui pamannya. Ia berjalan pada malam hari dan beristirahat pada siang harinya. Dalam perjalanan hijrat itu, beliau tertidur di atas sebuah batu, kemudian bermimpi. Dalam mimpi itu Nabi Ya’qub as menerima wahyu dari Allah yang berbunyi “Aku Allah, tiada Tuhan melainkan aku. Aku Tuhan engkau dan Tuhang bapak engkau. Aku telah mewariskan bumi yang suci (Baitul Maqdis) untukmu dan keturunanmu, dan aku memberi berkat padanya dan aku berikan engkau kitab dan pelajaran serta hikmah dan keNabian”Pada usia yang telah lanjut, Nabi Ya’qub mengikuti puteranya di Mesir yang yang juga seorang Nabi, yaitu Nabi Yusuf yang menjadi pembesar di Negerinya. Nabi Ya’qub tinggal di mesir dan menurunkan banyak keturunan di mesir. Dari sinilah asal muasal bangsa israil tersebar di Negeri Mesir yang kemudian dibebaskan oleh Nabi Musa as dari penjajahan Fir’aun. Nabi Ya’qub meninggal dunia atau wafat pada usia 147 tahun di negeri Mesir.
Dalam kitab suci Al Qur’an telah dinyatakan bahwa Nabi Ya’qub as telah memberikan wasiat kepada putera-puteranya, setelah beliau mendekati ajalnya, Firman Allah dalam Al Qur an adalah sebagai berikut :
“adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya : “Apakah yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab : “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan neneng moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya” (QS. 2 : 133)
Itulah cerita Nabi Ya’qub semoga dapat mengambil banyak hikmah dan cara pikir yang baik dari contoh suri teladan yang baik pula. Dan semoga dapat menambah pengetahuan kamu tentang kisah para Nabi. Aamiin ya Allah..
----------------------------
Sumber:
http://ceritaislami.net/
http://ceritaislami.net/
0 Response to "10. Kisah Nabi Ya’kub A.S"
Post a Comment